Mempolong Merenten: Genetika Spiritual Lombok Utara

Mempolong Merenten: Genetika Spiritual Lombok Utara

Falsafah hidup Mempolong Merenten menyerap dalam laku kehidupan masyarakat Lombok Utara. Siapa pun yang hidup, lahir, dan tumbuh, dengan latar agama dan kepercayaan apa pun adalah saudara. Terlihat dari sebuah dokumentasi seorang biksu yang membantu seorang muslim untuk berwudu. Ilustrasi tersebut membuat geger jagat media sosial karena menunjukkan kerukunan umat beragama di Indonesia yang sangat indah. Falsafah tersebut tumbuh juga dari seorang Nursyida Syam yang mulai mendirikan Klub Baca Perempuan di Lombok Utara pada tahun 2006. Awalnya, gerakan yang digagasnya terlahir dari impian pribadi. Ia mengatakan kepada Lalu Badrul, calon suaminya saat itu, bahwa ingin memiliki Taman Bacaan yang bisa diakses oleh siapa saja. Setelah bersepakat, keduanya berkomitmen untuk membangun impian bersama-sama. Lalu Badrul memberikan mahar sebuah buku kepada Nursyida Syam pada hari pernikahan yang bertepatan dengan peringatan Hari Buku Internasional, 23 April 2006. Nursyda dengan suaminya membuka TBM pertama kali bersama enam orang teman perempuan lain di Selong pada tahun 2006.

Dalam perjalanannya, Nursyida membentuk sayap gerakan Kanak Pecinta Baca yang awalnya bernama Sekolah Alam Anak Negeri. Sayap gerakan tersebut berusaha untuk menghadirkan semacam pendidikan alternatif sebagai suplemen bagi anak-anak dan orang tua untuk belajar bersama. Ketika anak-anak pulang dari sekolah, ia berusaha untuk menciptakan ruang aktivitas belajar, termasuk untuk orang tuanya.

“Sekarang, kurang-lebih sekitar 300 anak Kanca tersebar di berbagai sekolah dengan ragam aktivitas di Kabupaten Lombok Utara,” aku perempuan tangguh itu.

Gerakan Klub Baca Perempuan tidak hanya berkutat pada gerakan literasi di masyarakat, tetapi juga, berusaha mewarnai gerakan literasi sekolah. Anak-anak Kanca sebagai jembatan pihak sekolah dengan Klub Baca Perempuan, berperan aktif mengampanyekan gemar membaca, mengisi ruang-ruang kosong yang disiapkan sekolah. Misalnya, kegiatan latihan dasar kepemimpinan untuk OSIS dengan materi literasi. Termasuk, membantu perpustakaan sekolah yang luluh lantak karena gempa pada 2018.

Tidak berhenti di sana, gerakan Ibu Rumah Tangga Membaca berusaha memberi ruang para ibu sebagai madrasah pertama yang harus menjadi ensiklopedia dan kamus berjalan bagi anak-anaknya. Hal tersebut terkait keinginan Nursyida dalam membangun masyarakat madani dan cerdas. Perjuangannya tersebut demi terbentuk keluarga-keluarga yang gemar membaca. Alasannya, seorang anak suka membaca dapat terwujud jika ibunya juga gemar membaca.

Kekuatan Klub Baca Perempuan bertumpu pada kemitraan dan jaringan. Nursyida sadar diri atas kekurangan sumber daya manusia, materi, dan lainnya. Maka, ia mengoptimalkan keberadaan mitra dan jaringan, menjaga hubungan baik dengan semua pihak. Terutama pemerintah daerah, sesama komunitas literasi, dan komunitas kreatif lainnya.

Bank Buku sebagai kekuatan lain dari jaringan kerabat Klub Baca Perempuan yang berada di luar Lombok Utara. Fungsinya untuk menerima pengiriman bantuan buku dari luar Lombok Utara secara berkala yang kemudian disebarkan ke komunitas-komunitas di sana.

Berbicara solidaritas sosial, bertautan dengan prinsip dasar gerakan literasi Klub Baca Perempuan: Pertama, literasi sebagai pintu masuk untuk menyelesaikan beragam masalah sosial, kemiskinan, pernikahan dini/pencegahan pernikahan anak, intoleransi, ketimpangan sosial, lingkungan hidup. Kedua, membangun kesadaran kolektif dalam gerakan sosial. Permasalahan sosial dapat dientaskan jika semua pihak bergotong royong, tidak mungkin menumpukan pada pemerintahan atau dinas sosial saja. Klub Baca Perempuan hadir sebagai unit alternatif untuk membantu masyarakat.

Saat bencana gempa dengan kekuatan 7.0 SR, pada 5 Agustus 2018, Nursyida mengisahkan ujian solidaritas masyarakat Lombok Utara. Klub Baca Perempuan merespons keadaan darurat tersebut dengan mendirikan posko bantuan gempa, komunitas pendamping masyarakat pascagempa, program penanggulangan bencana kekeringan, dan rumah singgah.

Gerakan literasi kemanusiaan pada masa pandemi di Lombok Utara, menurutnya tergagap juga menghadapi realitas buntu. Terkhusus, para orang tua pemandu wisata tak bisa bekerja sehingga pengangguran menjadi masalah besar. Formula gerakan dalam merespons pandemi, Klub Baca Perempuan memproduksi 1600 masker untuk dibagikan kepada anak-anak Kanca dan keluarga, terutama pedagang sayur keliling, tukang ojek, dan mereka yang laik dibantu. Selain itu, upaya penggalangan dana untuk membantu APD tenaga medis pun dilakukan sebagai penghormatan kepada mereka yang berada di garda terdepan. Bersama Togu, pendiri Alusi Tao Toba, berinisiatif membuat 150 Face Shield. Berupaya memberi bantuan bahan pangan untuk pejuang ekonomi keluarga, terutama anak-anak yang orang tuanya terkena PHK. Mendirikan posko belajar selama pandemi yang digunakan untuk anak-anak belajar dengan protokoler ketat.

“Harta paling besar yang dimiliki kami, yaitu hubungan baik, persaudaraan, persahabatan, dan kemitraan, dengan semua pihak. Terutama, Kemendikbud, Forum TBM, Pustaka Bergerak, dan semua pegiat yang selama ini membersamai Klub Baca Perempuan,” ujar Nursyda.

Kemitraan lain yang telah berjejaring dengan Klub Baca Perempuan, yakni Pemerintah Daerah Provinsi NTB dan Kabupaten Lombok Utara, Iuva Global Singapura, Rumah Kita Bersama, PKN STAN, Gramedia, Alusi Tao Toba, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama di Lombok Utara, Komunitas lokal Pasir Putih, Pawang Rinjani, dll.

Share this post