Pentingnya Literasi Sains dan Pendidikan Penanggulangan Risiko Bencana

Pentingnya Literasi Sains dan Pendidikan Penanggulangan Risiko Bencana

Jakarta – Jumat, 14 Agustus 2020 Serambi Literasi FLI 2020 #6 Direktorat PMPK berlangsung dengan mengangkat tema “Sains, Alam, dan Manusia: Urgensi Pendidikan Lingkungan Hidup dan Pendidikan Penanggulangan Risiko Bencana” dengan narasumber Ariful Amir (Sekjen Forum TBM), Nissa Wargadipura (Pesantren Ekologi Ath Thaariq), dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM. (Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI), Meilina Wulandari, S.Sos. (Kasubdit Mitigasi Non Struktural, BNPB) dengan moderator Aam Siti Aminah (Rumah Baca Jatmika, Kota Bandung).

Ariful Amir memaparkan materi, membahas literasi sains dengan ciamik dan penuh semangat meski hujan lebat di rumahnya, Bekasi. Ia memberikan pandangan tentang pentingnya literasi sains untuk masyarakat, terkait keutuhan serta kualitas manusia sekarang serta generasi yang akan datang, pada kesadaran kritis tentang alam semesta dan lingkungan sosial.

Masih Ariful Amir, tentang pentingnya kesadaran pendidikan untuk meningkatkan kemampuan semua orang, literasi sains menjadikan hidup berkualitas. Terutama ketika mengambil keputusan yang tepat terkait kesehatan, kebersihan, dan lingkungan sosial.

“Literasi Sains menjadikan hidup berkualitas: kita dapat mengambil keputusan yang tepat terkait kesehatan, kebersihan, dan kenyamanan hidup.” Pungkas Ariful Amir.

Narasumber berikutnya tidak kalah menarik dan ciamik. Ialah Nissa Wargadipura, seorang aktivis argoekologi dari Pesantren Ekologi Ath Thaariq, Garut.

“Pesantren Ath Thaariq Garut, pada saat pandemi berlangsung dan telah terasa perubahan iklim, telah tampil memperlihatkan dengan kuat, bagaimana agroekologi menjadi jalan keluar.” Ucap Nissa Wargadipura seraya membuka pemaparan diskusi yang dilaksanakan pada pukul 18.30 WIB ini. Nissa yang ketika berbicara sedang berada di Aceh Utara, memberikan gambaran begitu rinci dan lengkap terkait agroekologi, serta pengaruhnya terhadap lingkungan sekitar.

Nissa juga mengabarkan benih, hingga hasil panen yang berlimpah di Pesantren Ekologi Ath Thaariq, Garut. Hasil panen serta benih tersebut dapat dinikmati pula oleh masyarakat sekitar. Para santri, belajar bagaimana mengolah hasil panen menjadi pendapatan yang cukup lumayan. Proses ekonomi tercipta.

“Pandemi Covid-19 dan perubahan iklim, menyadarkan pentingnya agroekologi berbasis biodiversity. Pada saat ini Pesantren Ekologi Ath Thaariq mempunyai kesempatan untuk tampil, memperlihatkan prinsip meraih setiap kesempatan untuk mewujudkan keberlanjutan atau sustainability yang adil dan beradab.” Sambung Nissa Wargadipura ketika hendak menutup sesi pemaparannya.

Ruang zoom sebagai tempat diskusi semakin hangat. Memasuki pemaparan selanjutnya, yaitu dari dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM., tentang pentingnya kesehatan keluarga dalam era adaptasi kebiasaan baru.

“Titik dimulainya pembangunan SDM dengan menjamin kesehatan ibu hamil, kesehatan bayi, kesehatan balita, kesehatan anak sekolah karena merupakan umur emas untuk mencetak manusia Indonesia yang unggul.” Tutur dr. Erna Mulati, MSc., CMFM., ketika memberikan ilustrasi menyiapkan SDM berkualitas.

Pada pemaparannya, terkait pandemi covid-19, tak henti-hentinya dokter yang menjabat Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI, mengingatkan untuk cuci tangan, memakai masker, tetap tinggal di rumah apabila tidak ada kepentingan yang mendesak, jaga jarak dan hindari kerumunan, serta tidak berjabat tangan.

Masih pemaparan dr. Erna Mulati, setiap individu dan keluarga berhak atas kesehatan sekaligus bertanggung jawab untuk memelihara kesehatan diri dan keluarga. Serta upaya peningkatan pengetahuan dan pembiasaan hidup sehat harus dimulai dari keluarga sebagai unit terkecil di dalam masyarakat, baik melalui edukasi kesehatan oleh petugas/kader kesehatan maupun literasi kesehatan secara mandiri.

Narasumber terakhir memaparkan penanggulangan bencana di Indonesia, adalah Meilina Wulandari, S.Sos. seorang Kasubdit Mitigasi Non Struktural, BNPB.

Ibu Meilina menerangkan mengenai definisi bencana, sejarah bencana di Indonesia, risiko bencana di Indonesia, serta menejemen bencana. Dari mulai bencana alam, bencana non alam, serta bencana sosial.

Covid-19 tidak termasuk pada bencana alam, covid-19 adalah bencana non alam, tertuang pada Kepres No. 12 Tahun 2020.

Lalu ia mengilustrasikan bencana alam terbesar abad 21 adalah tsunami yang terjadi di Aceh, mengakibatkan banyak korban jiwa. Indonesia berada di wilayah yang rawan bencana, oleh karenanya manejemen bencana harus disosialisasikan serta diketahui oleh masyarakat luas. Literasi kebencanaan mengajarkan demikian.

Perilaku tidak peduli akan lingkungan, menimbulkan bencana. Terlebih ketika kita living harmony with risk. Kemudian Meilina memberikan contoh mengenai pencemaran sungai Citarum. Segala macam limbah masuk ke sungai tersebut, mulai dari tinja manusia, tinja hewan, sampah, serta limbah industri.

“Bencana adalah masalah perilaku manusia: jujur, disiplin, bersih, sehat, peduli sesama dan lingkungan.” Pungkas Meilina Wulandari, S.Sos.

Literasi sains hingga pendidikan penanggulangan risiko bencana, harus masuk pada kantong-kantong literasi di masyarkat yaitu Taman Bacaan Masyarakat. Sehingga masarakat tanggap terhadap risiko penanggulangan bencana dan paham terhadap literasi sains yang menurut Ariful Amir “literasi sains selalu melibatkan panca indra”.

Diskusi dihadiri 109 peserta, yang tersebar dari Aceh hingga Papua.

Share this post